SURABAYA, KanalNews.id – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) resmi menahan eks Direktur Utama PT INKA, Budi Noviantara. Ia diduga terlibat proyek fiktif senilai Rp167 triliun terkait ekspor kereta api ke Republik Demokratik Kongo.
Budi Noviantara ditahan di Rutan Kejati Jatim, pada Selasa (1/10/2024) kemarin, usai menjalani pemeriksaan. Penahanan dilakukan demi kelancaran penyidikan lebih lanjut.
“Kami telah memeriksa 24 saksi, menggeledah, serta menyita dokumen sebagai barang bukti,” kata Mia Amiati Kepala Kejati Jatim saat konferensi pers. Selasa (01/9/2024).
“Tersangka ditahan di rutan Kejati Jatim selama 20 hari kedepan untuk kepentingan penyidikan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Mia panggilan akrabnya menjelaskan bahwa kasus dugaan proyek fiktif itu bermula saat pertemuan Indonesia Africa Infrastructure Development (IAID) pada Agustus 2019. Budi kemudian mengadakan pertemuan lanjutan dengan beberapa pihak terkait proyek di Kongo.
Mia melanjutkan, untuk menindaklanjuti rencana proyek di Kongo tersebut, PT INKA dan TSG Global Holding pada Februari 2020 sepakat membentuk PT IMST (INKA Multi Solusi Trading) dan TSG Utama Indonesia.
Tak hanya itu, ia juga membentuk spesial purpose vehicle (SPV) TSG Infrastructure, PTE.LTD di Singapura. Dengan komposisi kepemilikan saham 51% PT IMST dan 49% TSG Utama Indonesia.
Pembentukan SPV ini rupanya bertentangan dengan Keputusan Menteri BUMN No SK-315/MBU/12/2019 yang menyatakan menghentikan sementara waktu pendirian anak perusahaan di lingkungan BUMN dan berlaku terhadap perusahaan atau afiliasi yang terkonsolidasi ke BUMN termasuk cucu perusahaan atau turunannya.
“Lalu pada waktu tertentu, Budi selaku Dirut PT INKA menyetujui permohonan dana talangan dari TSG Infrastruktur dengan mekanisme pemberian pinjaman sejumlah dana, ” ungkapnya.
Atas dasar itu, sambung Mia, penyidik menganggap perbuatan Budi selaku Dirut PT INKA (Persero) telah memenuhi alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP dan berpotensi merugikan keuangan negara sebesar RP21.153.475.000, ditambah $265.300,00 USD atau RP. 3.979.500.000, dan $40.000,00 SGD atau RP. 480.000.000 dengan total sebesar Rp25.612.975.000.
“Sementara untuk perhitungan total kerugian negara, masih dalam proses perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan segera dirampungkan hasilnya,” ujarnya lebih lanjut.
Akibat perbuatannya, Budi dijerat pidana primair pasal 2 ayat 1 Subsidair pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU NOMOR 20 TAHUN 2001 Tentang Perubahan UU NOMOR 31 TAHUN 1999 JO PASAL 55 AYAT 1 KE 1 KUHP.